Jumat, 03 Agustus 2007

Menyiapkan Diri Untuk Bergerak

Written by Brian Yuliarto


Gerakan perubahan yang merupakan kenicayaan bagi timbulnya transformasi sosial pada dasarnya sangat diharapkan kehadirannya oleh seluruh lapisan massyarakat. Dalam kondisi massyarakat apapun bentuknya, sebuah gerakan perubahan tetap akan menjadi kebutuhan. Hal ini disebabkan selain tidak adanya bentuk kehidupan yang ideal sehingga senantiasa selalu membutuhkan pembaharuan, keinginan untuk menjadi lebih baik dari kondisi yang ada merupakan sebuah naluri insaniah yang dimilik oleh setiap manusia. Karenanya tidak heran jika sebuah sistem negara yang telah mapan semisal Jepang, Amerika serta negara negara Eropa gerakan perubahan untuk menuju kondisi yang yang lebih atau memperbaiki kondisi yang tidak diinginkan oleh masyarakatnya menjadi hal yang tetap dinanti nantikan.Lihat saja gerakan demonstrasi May Day (atau dikenal juga dengan hari buruh) yang senantiasa di penuhi oleh massyarakat Eropa dan Amerika untuk menyuarakan aspirasi dari kaum yang tidak terpenuhi keinginannya. Bahkan di Paris, May Day benar benar menjadi hari dimana hampir seluruh warga kotanya berkumpul di jalan jalan kota untuk mendesak perubahan dalam kebijakan pemerintahnya yang dianggap merugikan massyarakat. Terlebih pada massyarakat yang masih diliputi kezaliman dan penindasan, seperti di sebagian negara negara Asia ataupun Afrika, gerakan perubahan ibarat air di musim kemarau bagi massyarakat kebanyakan, menjadi sesuatu yang sangat dinanti-nantikan.

Meskipun begitu, menjadi seorang manusia yang masuk ke dalam gerbong pergerakan yang akan mendorong perubahan pada kenyataanya bukanlah hal yang mudah. Ibarat bunga mawar yang sedap dipandang tapi dipenuhi oleh duri disekelilingnya, menjadi seorang aktifis pergerakan adalah mimpi yang membutuhkan energi besar untuk mewujudkannya. Sebuah angan-angan yang ketika didekatinya justru menjadi sangat berat dan sulit. Tidak mengherankan jika banyak transformasi yang terjadi di belahan dunia manapun, sesungguhnya yang benar-benar terlibat dalam think tank bagi pergerakan tersebut hanyalah segelintir orang saja. Mereka-mereka inilah sebenarnya yang menjadi gerbong inti bagi perubahan yang terjadi atau kita mengenalnya sebagai kelompok minoritas kritis. Selain memang tidak membutuhkan banyak orang dalam posisi seperti ini, tantangan yang berat untuk menuju tangga ideal ini juga membuat sangat sedikitnya orang orang yang bisa memiliki kapasitas pada posisi ini. Meskipun begitu, tentu saja ketika sebuah pergerakan tumbuh seiring dengan semakin kuatnya kondisi pergerakan ini, pada setiap level pergerakan tersebut akan membutuhkan orang orang dengan kapasitas yang seperti ini. Mereka-mereka inilah yang meskipun tersebar dalam berbagai level tingkatan dan geografis dalam ranah pergerakannya, menjadi lokomotif bagi berjalannya gerbong pergerakan itu.

Cara menjadi manusia yang termasuk dalam kelompok yang menggerakkan perubahan sesungguhnya bukanlah hal yang baru bagi massyarakat. Sejarah sudah memberikan pelajaran yang nyaris sempurna bagaimana menjadikan diri kita terpilih untuk menjadi kelompok perubah. Sejak torehan gerbong perubahan paling fenomenal yang digagas oleh Muhammad SAW yang kemudian mampu membangun peradaban baru yang benar benar mentransformasi massyarakat jahiliah, hingga perbagai perubahan di era kontemporer sesungguhnya menjadi bahan berharga untuk diikuti. Simaklah pesan seorang aktifis pergerakan Ibnul Qoyyim kepada para aktifis: “Sebesar-besar keuntungan di dunia adalah menyibukkan dirimu setiap waktu pada aktifitas yang akan memberikan manfaat paling banyak di hari akhir”. Kesibukan bagi seorang akifis adalah suatu nilai lebih.

Permasalahan besar yang kemudian banyak dihadapi oleh berbagai macam pergerakan adalah ketika wilayah lokomotif pergerakan yang diisi kelompok minoritas kritis ini pada kenyatannya tidak terlalu ramai untuk diisi oleh manusia. Tidak jarang sebuah massyarakat kehilangan para pahlawan nya yang mampu memasuki medan ini dan kemudian mampu menggagas perubahan yang berkelanjutan. Inilah mungkin sebabnya tidak jarang kita temui sebuah bentuk kezaliman mampu bertahan dalam kurun waktu yang tidak sebentar, sebelum akhirnya datang gerakan perubahan yang berani melawannya. Tengok saja Firaun yang berkuasa bertahun tahun sampai datangnya Musa AS. Ataupun seorang Saddam Hussein selama masa berkuasanya praktis tidak menghadapi gerakan pembaharaun yang progressif dan sistematis hingga penggatinya justru bukan dari kelompok pembaharuan tetapi menjadi rezim otoriter yang lain yaitu Militer Amerika. Atau juga bentuk penindasan negara negara eropa dan Amerika atas sebagian besar wilayah asia dan Afrika yang bertahan hinga hitungan ratusan tahun sebelum akhirnya berbagai gerakan perlawanan mengkonsolidasikan dirinya seiring dengan semakin besarnya kemlompok minoritas kreatif ini.

Tingkat kesukaran yang begitu tinggi ini sesungguhnya menuntut diperlukan persiapan yang sangat baik dari para individu individu yang ingin masuk dalam gerbong pergerakan yang mencita citakan terjadinya transformasi sosial ke arah yang lebih baik. Beberapa persiapan diri yang selayaknya dilakukan antara lain adalah:

  • Membuka wawasan dan pemikiran. Wawasan dan pemkiran yang luas menjadi sumber kreatifitas dalam bergerak.Wawasan para individu yang ada di dalamnya ibarat sebuah referensi bagi seorang pemikir ketika ingin menuangkan gagasannya, atau ibarat buku dan jurnal ilmiah bagi seorang peneliti yang ingin menulis karya ilmiah, menjadi hal yang mutlak dibutuhkan Wawasan yang luas inilah yang biasanya menimbulkan kesadaran bagi individu untuk merenungkan hakikat keberadannya hingga sampai pada satu kesimpulan bahwa kondisi yang ada perlu di rubah. Inilah salah satu sebab mengapa tokoh-tokoh pergerakan yang mengusung revolusi kemerdekaan di Indonesia sebagian besarnya adalah mereka-mereka yang bersekolah di luar negeri (Belanda). Pemikiran mereka menjadi lebih terbuka ketika wawasannya lebih luas saat mendapati wacana yang berbeda di negeri Belanda dengan kebebasan berfikirnya, kemerdekaan individu, dsb. Wawasan yang lebih di atas kebanykan rata rata mayoritas massyarakat yang lain akan mengantarkannya pada pemikiran yang lebih cerdas dibandingkan kebanyakan. Termasuk mejadi bagian untuk memperluas wawasan kita adalah kemampuan untuk menerima masukan dalam bentuk apapun dari siapa saja. Pikiran yang tidak terbelenggu dan tidak membatasi ruang imajinasi berfikirnya akan membuat referensi yang digunakan menjadi lebih banyak. Dalam kondisi seperti ini biasanya seseorang akan memiliki pemikiran yang jauh ke depan serta analisis yang lebih tajam. Karenanya, senantiasa melakukan up dating wawasan dan pemikiran merupakan sebuah kebutuhan standar bagi seorang aktifis pergerakan sesibuk apapun dirinya jika ingin tetap eksis dalam bergerak.

  • Membangun paradigma aktifis. Paradigma inilah yang menjadi kunci seorang aktifis untuk bergerak. Setelah prerenungan dirinya dengan wawasan yang tidak sempit dilakukan, seorang individu sedikit demi sedikit akan membentuk paradigma berfikirnya ke dalam pradigma seorang aktifis pergerakan. Di sinilah sebuah tekad bahwa perubahan ke arah yang lebih baik membutuhkan gerakan dari dirinya di tanamkan ke dalam mind set pemikirannya. Pemikiran akan permasalahan yang ada di massyarkatnya tidak lantas berhenti menjadi sebuah opini opini mengkrtitik dan menghujat semata, tetapi jauh lebih solutif menjadi sebuah konstruksi pemikiran yang sistematis dan solutif. Termasuk di dalam pembangunan paradigma ini adalah kesiapan untuk memberikan hidupnya bagi pergerakan itu. Di sinilah pemikiran pragmatis tertransformasi menjadi pemikiran yang idealis.

  • Berani menentukan sikap. Saat paradigma ini telah terbentuk ada sebuah perang pemikiran dan batin yang menggejolak di dalamnya. Ini terjadi ketika berbagai tribulasi dalam pergerakan mulai menjumpainya. Adalah sebuah hukum alam bahwa terlibat aktif dalam sebuah pergerakan jelas membutuhkan energi khusus agar kehidupan kita tidak termarjinaliasi dari massyarkat. Seorang mahasiswa yang aktifis jelas membutuhkan waktu lebih dari kebanyakan karena selain harus mengikuti berbagai kegiatan akademik di kampusnya dia juga harus mengatur waktunya agar ide ide pergerakannya tetap bisa hidup dan dirinya tetap terlibat aktif dalam pergerakan. Di sinilah dituntut sebuah keberanian untuk masuk ke dalam wilayah kehidupan yang tidak mudah. Belum lagi saat bentuk halangan yang jauh lebih besar tiba mulai dari teror tidak langsung hingga tekanan fisik. Tingkat keberanian inilah yang akan membedakan di manakah letak ranah vertikal dari seorang aktifis akan berada. Semakin besar tingkat keberanian yang ada di dalam dirinya maka biasanya dia akan mampu memikul amanah di posisi yang lebih tinggi. Sebaliknya, tingkat keberanian yang biasa biasa saja akan membuatnya menjadi aktifis yang biasa-biasa saja alias follower, atau bahkan bukannya tidak mungkin dia akan menjauh dari pusaran pergerakan saat keberanian ini sama sekali hilang dari dirinya. Inilah mungkin alasan mengapa tidak sedikit kita jumpai seseorang yang suatu saat pernah menjadi aktifis pergerakan tetapi setelah berselang beberapa waktu dia menjadi seseorang yang sangat pragmatis (tidak perduli dengan masalah sekitarnya) bahkan oportunis.

  • Bersikap kritis terhadap berbagai perkembangan sosial. Sikap kritis ini menjadi bagian yang perlu ditumbuhkan untuk menjaga stabilitas pemikiran dan mental seorang aktifis pergerakan. Sikap inilah yang jika dibarnegi dengan referensi pemikiran yang luas akan membuat pisau analisisnya menjadi sangat tajam. Pemikiran dan wawasannya tidak berhenti pada teori teori tetapi bertemu dengan kebutuhan realitas sosial yang ada di depan matanya. Inilah yang membedakan seorang pemikir denga aktifis pergerakan. Pemikirannya tidak berhenti sebatas rekreasi intelektual tetapi mengkontsruksi menjadi sebuah ide ide yang sistematis dan progressif untuk memperbaiki kondisi sosial. Termasuk ke dalam sikap kritis ini adalah kemampuan untuk memilki sikap sensitifitas sosial (brian/ sensitifats sosial, 2003), yaitu memahami kondisi masyarakat sekitarnya dengan baik. Seorang wakil rakyat yang bergaya hidup mewah dalam penampilan sementara rakyat kebanyakan masih hidup dalam kemiskinan adalah contoh mudah seseorang yang tidak memiliki sensitifitas sosial.

  • Kesiapan membangun jaringan pergerakan. Membangun net working atau jaringan untuk bergerak adalah kebutuhan real yang akan ditemui saat seseorang bergerak. Sebagus apapun ide-ide dan pemikirannya akan menjadi sia-sia ketika kesadaran untuk membangun jaringan tidak dimilikinya. Ide yang besar tentunya membutuhkan komunitas yang besar pula untuk mewujudkannya. Sebaliknya, mustahil ide ide pergerakan akan teruwujud ketika hanya kita seorang diri yang menggerakannya. Di sini dibutuhkan sebuah kesiapan jiwa untuk bergabung bersama orang lain ketika kita menemui individu individu lain yang memiliki kesamaan paradigma dalam bergerak. Memang saat diri kita benar benar sulit menjumpai orang lain yang sama pemikirannya denga kita, maka disitulah kita di tuntut untuk menjadi frontier bagi ide pergerakan kita untuk membangun komunitas pergerakan. Tetapi yang lebih sering dijumpai adalah menyatukan beberapa orang yang sebenarnya seide dengan kita untuk duduk bersama dalam sebuah komunitas pergerakan. Disinilah dibutuhkan kesiapan mental untuk berkomunitas. Layaknya sebuah organisasi atau perusahaan, tentunya komunitas pergerakan itu juga memilki jenjang institusi di dalamnya. Tidak jarang kita harus legowo untuk berada dalam sistem komunitas tersebut. Seorang aktifis harus tetap bergerak di dalam posisi apapun dia ditempatkan dalam ranah pergerakan. Kondisi ketidak siapan untuk bergerak dalam komuniats inilah yang membuat tidak jarang kita temui soerang aktifis menjadi mundur dan bahkan keluar dari lingakaran pergerakan meskipun memiliki ide ide yang bagus.

Demikianlah kesiapan-kesiapan yang perlu dimiliki oleh seseoang untuk menjadi aktifis pergerakan sejati. Terlibat dalam sebuah pergerakan agar ide ide kita terwujud bukanlah sebuah proses yang mudah layaknya seseorang yang membalikkan tepalak tangannya. Dibutuhkan proses yang tidak sebentar dengan energi kesabaran yang baik. Sebagai penutup ada baiknya kita renungkan sebuah ungkapan dari seorang aktifis pergerakan Hasan Al Banna: Di antara banyak manusia hanya beberapa orang saja yang memiliki pemikiran dan paradigma yang benar untuk melakukan perubahan, diantara mereka itu hanya sedikit saja yang benar benar bergerak, dan diantara yang bergerak ini hanya segelintir saja yang bisa tetap terus bergerak dengan sabar.

Selamat bergerak, jangan pernah lelah merubah !!!

* Penulis adalah mahasiswa program doktoral di Tokyo University dan mantan aktifis KAMMI

Dimuat di rubrik Sorotan KAMMI JP Kamis, 23 Desember 2004